Kamis, 26 November 2020

"hari ini"

Suasana di luar masih tampak gelap, perlahan mulai terkumpul kesadaran, setelah sebelumnya lelap tertidur. Tak semua masuk dalam ingatan, hanya bagian-bagian memori yang perlahan mulai utuh. Setidaknya tidak harus difikir untuk hari ini, seolah sudah terprogram seperti hari-hari sebelumnya. Hanya kadang terasa seolah aktifitas harian menjadi sesuatu yang menjemukan, ketika rasa syukur menunjukkan tren kerugian. Namun seringkali pula, kelebatan kata-kata penyemangat untuk menjalani hari dengan gembira ria

 still in process of editing....

cerita dalam bus akdp

Sebuah tas besar berisi beberapa potong baju dan berbagai perlengkapan, telah jauh-jauh hari kupersiapkan. Perjalanan kali ini adalah menghadiri workshop, disalah satu kota tujuan wisata di jawa timur, orang lebih mengenal kota ini dengan nama lain kota apel. 
Sungguh pandai masyarakat memanfaatkan alam untuk memajukan potensi daerah, sehingga punya julukan kota wisata.

...sampai ngantang jalanan masih menyisakan kelokan2 yang seakan liar menerkam siapa saja yg tdk Waspada. Terlihat diujung pandangan, kilauan putih. Bendungan selorejo, berkilat2 diterpa mentari menjelang Senja. Selepas bendungan, musik pengiring menjadi lebih ngebeat "idola remaJa" musik yg populer tahun 90 an. Didepan sebuah sekolah, bus berhenti sejenak, 2 org siswi masuk bus, detelah menyelesaikan tugas menuntut ilmu di hari ini. Selepas tembang idola remaja ,disambung tembang madu dan racun, video klip paling lama yg pernah dilihat, oleh mereka yg baru sekali melihat. Madu dan racun, bukan lagi apa yg diberi tapi berapa presentase dari keduanya. Yg akan kau beri, bukan lagi salah satu. Karena tdk jelas lagi suatu hal itu sebenarnya madu atau racun. Sebuah obat yang pahit atau makanan nikmat berselera pemicu penyakit. Sopir sangatMenguasai medan tempur kali ini, banyak kelokan yang dilahap dengan sempurna, hanya menyisakan jarak sekian senti dengan kendaraan dari arah berlawanan. Menjelang akhir tujuan, dikiri-kanan kulihat saja bayak pohon bambu yang tumbuh liar seakan menyambut dengan lambaian tangan manusia2 keras kepala yang selalu bisa memecahkan masalah dan memunculkan solusi

still in process of editing....

Menggapai mimpi

Menggapai mimpi menjadi santri
(Memoar Adibul Umam)
Oleh: Hikmatul Laili
“Buat apa mondok? Emangnya kamu mau jadi mudin?!” tukas Pak Djono saat putra keduanya memberanikan diri mengutarakan keinginannya.
Adib hanya menunduk dan menelan lagi keinginannya sedari duduk di sekolah dasar.
Bukan ...
Adib bukan seorang anak yang penakut. Lebih tepatnya ia sangat mengedepankan sikap andap asor (menghormati orang tua).
“Nilaimu itu bagus-bagus, Le. Bahkan danemmu juga unggul di sekolah. Eman-eman kalau tidak dilanjutkan ke sekolah yang bagus,” suara bariton pria bertubuh tambun ini membungkam seluruh keluarga yang ikut duduk di ruang tamu.
“Enggeh, Pak!” (Iya, Pak) jawab Adib kalem.
“Besok Bapak daftarkan kamu di SMA Unggulan.”
“Enggeh.” Hanya itu yang keluar dari mulut Adib.
Pak Djono Hadi poerwanto, kepala keluarga yang berpendidikan tinggi. Seorang guru PNS yang tegas dan disegani murid-muridnya. Termasuk keluarga dan tetangganya. Ucapannya bagaikan titah. Tak boleh ada yang menentang. Tubuh yang besar menyokong sosoknya yang garang. Namun ilmu agama tak begitu dominan dalam latar belakang keluarganya. Isterinyalah yang mati-matian mengenalkan mengaji dan zakat secara perlahan.
Pak Djono bukan keturunan dari keluarga miskin. Sawah dan tanah keluarganya berhektar-hektar. Bahkan orang tuanya punya beberapa anak untuk diasuh.
Isteri Pak Djono bernama Ibu Ummaha. Sosok penyabar ini lahir dari keluarga yang sangat memahai agama. Dari awal berumah tangga ibu Ummaha ditentang keras oleh suami dan iparnya saat menyisihkan sebagian hasil panen untuk berzakat.
“Buat apa dikasihkan orang gabah sebanyak itu?” Melihat berkarung-karung beras hasil panen akan dibagikan geramlah saudara-saudaranya. “Ndak tau apa kita di sawah itu soro?! Kepanasan kehujanan. Enak aja main dikasih ke orang,” gerutu saudaranya.
Ditentang pun percuma. Malah akan mendatangkan perpecahan dalam keluarga. Akhirnya sedikit demi sedikit hasil panen diantar secara diam-diam.
Tak cukup dengan itu. Ibu yang melahirkan tujuh anak ini dengan sabar mengajarkan hijaiyyah demi hijaiyyah pada suaminya yang berwatak keras. Tentu mengajarkan mengaji pada orang yang dihormati tak semudah seperti mengajar anak-anak di Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ).
Sesekali diadakan pengajian di rumah agar suaminya ikut juga mendengarkan. Namun sebelum itu Bu Ummaha sudah berdiskusi pada Penceramah agar membahas hal-hal penting yang perlu diluruskan pada diri suaminya.
Alhamdulillah, hari demi hari. Waktu mengikis gelap. Perlahan tercerahkan sudah suami Bu Ummaha. Beliau tetap menjadi pribadi yang tegas dan keras. Namun dalam hal yang lebih baik. Tetap dalam batas akidah keislaman.
Bahkan setelah faham, kini zakat hasil panen tak lagi diantar sedikit demi sedikit. Setelah dijumlah hasil zakat akan segera diangkut oleh becak berkarung-karung untuk segera di tunaikan. Harta lebih berkah. kehidupan semakin bermakna. Semangat sedekahnya semakin menggelora.
~~~~~~~~
INDAHNYA MASA KECIL
LUHUR PATRIANTO. Nama yang diberikan bapaknya ketika lahir. Karena sang bapak ingin anaknya kelak berbudi luhur dan berjiwa patriot. Namun dia lebih senang dengan nama Muhammad Adibul Umam, pemberian nenek dari ibu yang dipanggil Mbah Umi.
Adib adalah panggilan akrab saudara dan kawan-kawannya. Dia lahir di Jombang tanggal 10 oktober tahun 1975. Ibunya seorang ibu rumah tangga dan bapaknya guru PNS yang mengajar di salah satu SMP Negeri.
Diawal daftar sekolah. Waktu itu di SDN Japanan 2 Mojowarno Jombang. Saat didaftar dengan nama Luhur Patrianto, pulang-pulang langsung dia ngambek.
“Sudah ah, ndak usah sekolah-sekolahan!” sungutnya masuk kolong meja.
Ibunya bingung menanyakan apa penyebabnya.
 Penyebabnya mungkin sepele bagi sebagian orang. Bukan karena bullying atau uang sekolah yang tak cukup. Tapi nama yang disebut di pendaftarannya bukanlah Muhammad Adibul Umam, dia mau sekolah hanya dengan nama Muhammad Adibul Umam. Titik.
Hari berikutnya sang ibu mengantarkannya mendaftar lagi di SDN Japanan 1 Mojowarno Jombang. Sesampainya di sana , ditemui langsung oleh kepala sekolah, yang tampaknya kenal baik dengan pak Djono, dengan sapaan santai pak astho (kepala sekolah), berkata
 "rene-rene, pak djono" (sini-sini, pak djono), sapaan anak kecil putra dari sang ayah.
 "Sopo jenengmu le? (Siapa namamu nak?)
Dengan mantap, adib berkata "Muhammad adibul umam".
Kali ini dengan nama Muhammad Adibul Umam. Seperti kehendak sang pemilik nama.
Itulah sebuah nama. Tak terlihat namun mewakili jati diri penyandangnya.
***
Adib adalah anak desa yang tinggal di antara sawah, sungai dan ladang. Saat masih duduk di SD dia masih tiga bersaudara. Kakaknya yang polos, teliti dengan barang miliknya, Saiful, dan adik perempuan tersayangnya yang manis Laukhil, atau biasa dipanggil Lukhi.
Masa kecil yang sangat indah. Mereka sering bermain disawah mencari ikan, mandi disungai yang kebetulan dekat dengan halaman belakang rumah, mencari burung pipit, mencari buah Kangkung Tirta dihutan kecil dekat rumah buat peluru. Itu mereka lakukan selepas pulang sekolah.
Adek kecilnya yg item kucel tapi sayangnya masya Allah, tak pernah lepas dari pengawasannya. Pancaran netranya bagai meneriakkan, Jangan sampai ada yg menyakiti adikku sedikit pun. Adiknya kemana-mana selalu mengekor. Tak pernah dilewatkannya keseruan bersama kakaknya. Pernah suatu siang Adib dan adiknya mandi di sungai yang berada tepat dibelakng rumah. Mungkin karena dipikir Bapak pasti pulang siang, makanya mereka berani main di sungai.
Sementara mereka asik bermain aliran sungai yang masih jernih, bapaknya berkacak pinggang di bibir sungai dengan tatapan singa yang ingin menerkam. Adib dan adiknya pun menepi perlahan dan naik dengan sejuta ketakutan. Digiringnya kedua anak itu ke sumur. Lalu guyuran gayung bertubi-tubi mendarat dengan taburan suara kemarahan sebagai bumbunya.
Adib juga seorang anak yang kuat keinginannya. Pernah saat itu dia dan Pak Djono naik motor ke Mojoagung. Di sana dia terpikat dengan sepeda kecil yang menunggu dengan setia kedatangan pemilik barunya. Awalnya Pak Djono tidak meluluskan permintaannya. Tapi karena usaha kerasnya, akhirnya sepeda itu berhasil dipinang dengan syarat Adib harus mampu mengedarainya sepanjang perjalanan pulang.
Jarak Mojoagung dengan rumah sekitar 8 km. melihat kegigihan putranya Pak Djono pun tak sampai hati melanjutkan syaratnya. Disuruhnya Adib turun dan naik motor bersamanya. Namun pantang bagi Adib kecil ini menyerah. Dia sudah menyaggupi syarat dari Bapaknya. Maka itu harus ditunaikan hingga tuntas.
Maka Pak Djono pun menyuruhnya menepi di warung untuk mengusir dahaga di siang yang terik. Dengan es yang manis dan segar mereka mengumpulkan tenaga lagi untuk sisa perjalanan yang masih panjang.
Harapan baru di masa remaja
Umat yang beradab. Itulah arti dari namanya. dimanapun dia berada selalu menyuguhkan akhlaq yang membuat orang disekitarnya sejuk memandang.
Saat lulus dari SMP, Pak Djono bersikeras agar Adib masuk SMA yang terbilang baru namun sudah terkenal unggul dan bergengsi di daerah Janti Jombang yang di kenal dengan nama SMADA. Keinginannya untuk mondok belumlah pupus. Namun keinginan Bapaknya mustahil ditentang. Ditengah kegalauannya muncul saran dari Bude Khoridah yang memberi harapan baru.
“Ndak papa, turuti aja … nanti sambil sekolah kan bisa mondok di galsari. Ilmu umum dapet … ilmu agama juga.”
Bude Khoridah mengupayakan agar Pak Djono meluluskan idenya. Dan hasilnya sangat menggembirakan. Saat sekolah SMA dia diizinkan nyantri di Tegalsari. Karena di sana pemiliknya masih ada hubungan keluarga dan bisa dimintai tolong untuk menjaga dan mendidik putranya dengan baik. Asal sekolah formalnya tidak kalah dengan kegiatan mondoknya tersebut.
Disaat para remaja sibuk dengan gaya hidup barunya yang penuh kesenangan duniawi. Adib muda ini dengan girangnya menyiapkan keperluannya yang akan diboyong ke pondok. Tak lupa lemari kecil dan kasur yang agak tebal karena orang tuanya khawatir penyakit sesak nafasnya akan kambuh di sana.
Kesehariannya jauh dari predikat sekolah bergengsi yang tiap hari didatanginya. Dia membaur asyik dengan teman-teman santrinya yang hidup apa adanya. Setiap hari mereka mencari daun ubi untuk dimasak. Tak lupa sambal yang jadi primadona rasa yang diperoleh gratis minta di warung sebelah yang akrab dipanggil Cak Mul.
Menurut cerita guru-gurunya. Tak sekali pun dilihatnya seorang Adib remaja mengangkat pandangannya ketika di depan guru. Dalam proses belajar mengajar didapatinya kepala Adib selalu tertunduk dalam takdzim menghormati gurunya dengan sangat.
Di pondok jaman dulu memang tak seperti jaman sekarang yang santrinya boleh bebas bertanya dan menanggapi apa yang disampaikan guru atau ustadznya. Bahkan hal itu sangat diapresiasi sebagai tolok ukur pemahaman tentang materi yang diajarkannya telah sampai kepada murid-muridnya dengan sangat baik. Dan bisa menjadi bahan evaluasi jikalau ada pemahaman yang belum maksimal yang akan diterangkan di kemudian hari. Itu model pembelajaran santri jaman now.
Tentu sangat kontras dengan suasana pembelajaran jaman dulu. Kyai atau ustadz hanya membacakan kitab dengan makna jawa yang dalam keseharian orang jawa pun bahasa seperti itu jarang digunakan. Kadang ada kyai atau ustadz yang mau menjelaskan, kadang membacakan lafadz arab dan arti jawa saja sudah cukup.
Santri bukannya dilarang bertanya. Hanya perasaan hormat yang terlalu tinggi membungkam mulutnya dan menundukkan pandangannya.
Tapi tak lantas sikap seperti itu menghambat pemahaman para santri. Karena santri jaman dulu juga banyak yang menghebat dengan sikap andap asornya (tunduk hormat).
Karena kyai jaman dulu keikhlasannya melebihi samudra. Walau tak ada tanya jawab apalagi debat di kelas diniyah, namun tiap hari sang kyai selalu mendoakan semua santrinya. Riyadloh yang tak pernah lelah.
Karena tugas guru hanya menyampaikan ilmu. Pemahaman santri diserahkan pada Sang Pemilik Asmaul husna. Kira-kira begitulah pedoman orang jaman dulu.
Dan adib remaja harus meninggalkan pondok setelah tahun 1994 untuk melanjutkan kuliahnya.
MASA KULIAH
Perguruan tinggi negeri selalu menjadi impian orang tua yang ingin mendaftarkan putra-putri yang dibanggakannya. Setelah di pilih dan dipilah, jatuhlah nama PGRI ……………… yang sekarang di kenal dengan UNESA Surabaya.
Entah kenapa adib memilih jurusan sastra jawa. Mungkin asal pilih saja karena waktu tiba waktu tes seleksi penerimaan mahasiswa baru, tak didapatinya kartu ujian masih utuh. Kartu itu sudah disobek-sobek hingga hanya tinggal nomor peserta saja yang masih bisa dibaca. Sungguh panic orang tuanya. Namun tidak dengan si pemilik kartu sobek. Biar saja kalau ditolak tak boleh ikut ujian, tak masalah baginya. Itulah kira-kira yang dipikirnya.
Namun panitia seleksi ternyata lebih memihak orang tuanya. Adib masih diperbolehkan mengikuti ujian seleksi. Dan masuklah dia sebagai mahasiswa sastra jawa di kampus itu.
Di Surabaya dia tinggal dengan pakde Ma’ruf, kakak dari Bu Ummaha, dan isterinya bude khoridah di Jl. Semarang Surabaya

still in process of editing....

Rabu, 25 November 2020

Gadget

Gadget pemicu asosial

Suatu sore yang cerah disebuah rumah mungil yang seksi, seorang anak (sepakat kita sebut anak) sedang asyik memainkan gadget smartphone, "sampeyantube" sebuah aplikasi video sharing yg sdh tdk asing lagi dari cucu sampai embah. Ketika anak sedang asyik dg gadgetnya , teman mainnya (sepakat kita sebut teman main 1) memanggilnya untuk mengajak bermain di luar. Karena asyik dengan gadget anak tidak menjawab panggilan teman main 1, karena tdk ada respon yang mendekati kepuasan batin, maka teman main 1 masuk eumah anak, untuk mengamati dan menelaah dan juga mencoba next......
....memahami, apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah, sehingga meskipun dipanggil2 tetapi tdk ada respon daripada dalam rumah. Setelah masuk, teman main 1 menemukan pemandangan yang biasa saja, anak asyik bermain gadget sehingga tdk menyadari akan adanya teman main 1. Rupanya teman main 1 tertarik untuk melihat gadget, dan diapun ikut melihat aplikasi "sampeyantube". Maka jadilah mereka larut dalam "kegiatan" main gadget. Setelah beberapa lama, adik anak datang dan rupanya juga tertarik memainkan gadget juga. Hanya saja bukan aplikasi "sampeyantube" yang sering dimainkan. Adik anak suka untuk diputarkan video babybus, namun bukan sebuah video utuh, adik anak hanya tertarik...............

....pada intro dari video tsb. Tiap kali selesai intro, selalu minta diulang lagi dari awal. Sampai hafal kalimat e 
"hai, jangan lupa sub bret disini, tuing".
Selama beberapa saat, terjadi perebutan kekuasaan atas gadget, terjadi tarik ulur antara adik dan anak, yang pada gilirannya dimenangkan oleh ibuk. Ibuk menengahi dengan dikatakan 
"main sama2 ya, kalau g mau, g ada yg boleh main hape (gadget)". Rupanya mediasi yg dilakukan menunjukkan hasil yg signifikan. Terbukti dengan tdk adanya lg....

....konflik diantara mereka bertiga. Tak berselang lama, sang papi ikut nimbrung dengan "kelompok asosial". Meski berkelompok, tetap saja tdk banyak suara yg keluar dari kelompok asosial yg baru "terbentuk". Karena hari menjelang sore, orangtua wanita teman main 1 mencari anaknya. Didapati anaknya sedang bersosialisasi dengan kelompok asosial. Tiba2 gadget pemicu asosial  berbunyi tanda ada pesan masuk. Ibuk dari anak mendekati kelompok asosial, bukan ingin gabung, tapi rupanya ibuk ingin bersosialisasi sendiri dengan teman nun jauh disana. Sekilas seperti tdk peduli dengan sekitar, tapi sesungguhnya kepeduliannya lebih luas dari sekadar sekitar, tapi sudah lintas kota, realtime. Banyak ....

....diantaranya contoh kasus, pada suatu ketika, ibuk sangat bersedih hati, serasa gundah guLana tidk terperi, dikarenakan berita meninggalnya tokoh nasional. Bahkan aura kesedihan masih terpancar setelah beberapa hari. Ini menunjukkan ibuk sedang bersosialisasi dengan warga sekitar negara kesatuan indonesia. Ada lagi kasus dimana tetangga rumah mengetahui kabar berita malahan  dari seseorang yg notabene berada diujung negeri . Kalau dikampung kota, kita biasa mengetahui kabar duka dari toa masjid tapi di dunia maya, kita bahkan bisa memilih untuk mengetahui kabar apa yg ingin kita dengar. Setelah ibuk mencukupkan sosialisasi skala nasionalnya, gadget kembali diberikan kepada....

...anak, namun ya g terjadi anak dan teman main 1 serta adik, sdh beralih perhatian. Mereka bertiga sdh asyik bermain, bermain yg tdk hanya memainkan ๐Ÿ‘€ dan jempol kiri kanan, namun juga seluruh jiwa dan raga, juga pakaian dan rumput liar, pasir berdebu, juga perabotan masak ibuk. Memang seharusnyalah permainan tersebut sesuai perkembangan usia. Bahkan semakin dianggap dewasa, semakin berkurang permainannya, kalaupun bermain, permainan yg dimainkan adalah permainan yg tdk lagi main2. Permainan yg membawa konsekuensi, karena kita adalah pemain kehidupan yg tidak boleh main2 dalam memainkan peranan. Anak, teman main 1 dan adik rupanya memang....

...sudah tidak tertarik lagi pda gadget, mereka sdh asyik keluar dari keasyikan bermain gadget. Gadget yg ditakutkan para orang tua sebagai pemicu perilaku asosial pd anak2 nyatanya malah anak2 meredefinisi makna asosial, yakni kelompok2 asosial yg saling berinteraksi satu sama lain melalui gadget. Sebaliknya orangtualah yang sebenarnya terjerembab tp tdk mau mengakui kalau mrk para org dewasa yang terkena situasi asosial, namun alih2 mengakui, malah mencontoh anak2 yakni meredefinisi makna asosial menjadi bersosial skala nasional, tanpa kontak fisik. Jadi kehidupan selalu punya cara untuk kembali pada fitrahnya. Anak selalu punya cara bersosialisasi & org tua jg sllu pny cara mjd egois ๐Ÿ˜‰๐Ÿ˜…

Selasa, 24 November 2020

gitu amat

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya akan merefresh ingatan tentang buku, yang berguna bagi orang yang ingin menjalani hidup dengan lebih baik, tanpa harus berubah kepribadian. 
Pada bab 1, buku ini diawali dengan sub judul, "jangan berusaha", disini diceritakan bahwa ada seseorang penyair dan penulis atau setidaknya begitu yang dicita citakan, yang sebelum menjadi terkenal, kehidupannya selama 30 tahun dijalani tanpa arti, dikatakan di buku ini, bahwa orang ini "adalah seorang pecandu alkohol, senang main perempuan, pejudi kronis, kasar, kikir, tukang utang dan, dalam hari terburuknya, seorang penyair".
Orang ini "bercita-cita menjadi seorang penulis". Hanya saja tak satupun tulisannya yang diterima.
Dalam kesehariannya dia bekerja di sebuah kantor pos, sebagai penyortir surat. "gajinya sangat rendah, dan hampir seluruh uangnya dihabiskan untuk menjalani kehidupan yang tanpa arti yang sempat disinggung di awal. 
Kemudian pada saat pria ini berumur 50 tahun, ada seorang editor dari sebuah penerbitan independen, yang memberinya kesempatan untuk menerbitkan tulisannya.
Novel pertama nya berjudul "post office" dan ini "didedikasikan untuk tak seorangpun".
Selanjutnya pria ini tercatat sebagai penulis novel dan puisi yang sukses, sengan 6 novel dan ratusan puisi. Dengan penjualan lebih dari 2 juta kopi.
Di buku ini di tulis bahwa kisah pria ini bisa dimasukkan dalam salah satu cerita inspiratif bagi orang yang ingin sukses dan berjuang keras mewujudkannya, namun hal ini terkesan berlawanan dengan apa yang tertulis di batu nisan nya yaitu "jangan berusaha".
Meski sudah sukses sebagai penulis, pria ini dulunya seorang yang tanpa arti. Dan dia tidak pernah mencoba untuk menjadi selain dirinya. Dia mampu jujur pada diri sendiri, mengakui hal-hal buruk tentangnya, dan membagikan tanpa ragu.
Pria ini nyaman dengan ketidak berartinya dia, dan tidak perduli dengan kesuksesannya. Bahkan apa yang dilakukan sebelum terkenal masih dilakukannya sesudah terkenal. sukses dan terkenal tidak merubahnya menjadi pribadi yang lebih baik. Suksesnya tidak dipicu oleh "perubahannya menjadi orang yang lebih baik".
Menjadi baik dan sukses kadang terjadi bersama, tapi tidak selalu beriringan.
Selama ini kita diarahkan untuk bisa mewujudkan keinginan lebih yang positif, yang hampir mustahil. Menjadi lebih kaya, lebih langsing, lebih terkenal dan sebagainya, semua ingin dijalani dengan lebih baik dan menyenangkan.
Akan tetapi setiap kata-kata motivasi, sebenarnya menekankan pada kekurangan kita, kita termotivasi pada kisah sukses karena kita merasa tidak sukses dan kita tidak menerima hal tersebut.
Setiap kata-kata motivasi, dengan kata lain mengingatkan tentang kegagalan dan kekurangan tentang keinginan lebih positif tapi gagal diwujudkan.
Bahagia sebenarnya tidak perlu dibuktikan. Hanya dia dan perasaannya, orang lain tidak butuh pembuktian.
Setiap iklan akan memotivasi untuk membeli produknya, dengan berbagai cara, dan bahkan menanamkan kepercayaan bahwa untuk hidup yang lebih baik adalah dengan punya sesuatu yang dikatakan lebih, semisal punya mobil, punya rumah, punya investasi, dan sebagainya. Bahkan dikatakan kita bisa lebih hemat dengan membeli lebih dari yang dibutuhkan. Selain itu pikiran kita dipaksa untuk menjadikan penting banyak hal dan lupa dengan yang benar-benar penting. Ini tidak salah dari sisi bisnis, tapi menjadikan kita menjadi pengejar fatamorgana bahagia.
Sub judul "jangan berusaha" , ditutup dengan kalimat " kunci untuk kehidupan yang baik bukan tentang memedulikan lebih banyak hal, tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja, hanya peduli tentang apa yang benar dan mendesak dan penting". 

mulai

 selamat datang para pembaca, ini adalah postingan pertama setelah sekian lama dan semoga bukan postingan terakhir๐Ÿ˜„. masuknya saya lagi ke situs ini dilatar belakangi oleh mudah lupanya saya, banyak rencana rencana potensial yang menguap begitu saja karena lupa tadi, bahkan tak jarang tugas penting sekalipun juga terlupa.

foto keluarga saya tampilkan disini bukan karena saya lupa keluarga tapi untuk pengingat orang-orang yang membaca agar ingat keluarga, keluarga disini yang penting. keluarga akan selalu ada di segala suasana. semoga lebih banyak ide-ide yang mengalir ke dalam tulisan dan terpublikasi.

Kamis, 01 Oktober 2015

cerita dalam bus akdp

Inovasi dalam ber ngamen
Banyak hal memerlukan inovasi untuk bertahan dalam kehidupan yang penuh tantangan. Salah satunya adalah ber inovasi dalam teknik-teknik dalam ber ngamen.
Kalau dulu ngamen konvensional khususnya di bus, hanya ada 2 syarat yaitu orang yg ngamen dan orang yang di ngameni alias audiens pendengar.
Seiring perkembangan jaman, ngamen pun mulai berkembang.
Berikut perkembangan ngamen dari waktu ke waktu :
Ngamenis tanpa alat
Disini hanya ada satu pengamen tanpa instrumen musik, biasanya diawali salam perkenalan dilanjutkan persembahan sebuah dua buah tembang lagu, dan diakhiri salam perpisahan dan yang terpenting adalah peredaran bungkus permen yang dibalik ( tempat menampung bunga-bunga sosial audiens )
Ngamenis menggunakan alat sederhana
Dalam fase ini tidak banyak perubahan, hanya ditambahkan alat musik sederhana berupa kecrekan yang berbunyi crek-crek. Alat ini terbuat dari tutup botol yang di pipihkan dan ditumpuk beberapa lalu dipaku ditengahnya
Ngamenis menggunakan alat musik khusus
Hampir sama dengan ngamenis sebelumnya, hanya saja instrumen yang digunakan adalah instrumen khusus, semisal gitar, dan ini yang mendominasi, gitar biasanya di gunakan oleh ngamenis pria, ngamenis wanita jarang yang menggunakan instrumen jenis ini. Ngamenis wanita lebih suka kecrekan
Duo ngamenis menggunakan alat musik khusus versi 1
Dalam tahap ini salah satu orang memegang gitar dan satunya sebagai biduan atau dua duanya
Duo ngamenis menggunakan alat musik khusus versi 2
Tahap ini selain instrumen gitar, juga digunakan instrumen lain semisal ketipung. Selain tembang tembang yang dibawakan merupakan lagu-lagu yang sedang hits, juga dibawakan lagu-lagu ciptaan pengamen sendiri
Ngamenis menggunakan alat musik elektronik versi 1
Dalam fase ini instrumen musik manual mulai ditinggalkan, dan digantikan alat semacam tape recorder yang dimodifikasi. Bentuknya kotak selutut, dilengkapi pemutar kaset, mik halo-halo untuk bernyanyi, accu untuk power supply alat. Bisa disebut juga karaoke portable. Tahap ini mayoritas digunakan oleh biduanita berdandan menor dan berpakaian seksi, walaupun dalam perkembangannya wanita yang tidak berdandan dan pria tua pun menggunakan tahap ini
1 setengah ngamenis menggunakan alat sederhana
Yang mencolok dari fase ini adalah digunakannya balita untuk mengundang lebih banyak simpati audiens untuk memberi bunga-bunga sosial, biasanya digendong. Tampilan dari 1 setengah solois ini dibuat selusuh mungkin. Instrumen yang digunakan berupa kecrekan
Ngamenis yang disempurnakan
Dalam tahap ini perbedaan yang kentara adalah setelah salam perkenalan akan dibagikan amplop untuk tempat bunga-bunga sosial audiens. Tahap ini perpaduan antara ngamen dan minta sumbangan


Ngamenis menggunakan alat musik elektronik versi 2
Pada tahap ini lebih pada pelaku ngamenis, para pelaku ngamenis lebih beragam dan dari banyak kalangan. Namun untuk instrumen tidak banyak perubahan berarti
Trio ngamenis
Terdiri dari 3 atau 3,5 personel, biasanya terdiri dari 2 orang pemain instrumen sekaligus penyanyinya ditambah seorang pengambil bunga-bunga sosial yang menggendong balita
Grup alternative ngamenis
Untuk fase ini segmentasi moda transportasi umum sebagai pangsa pasarnya lebih luas lagi, biasanya pelaku grup alternative melakukan show-swow di gerbong-gerbong kereta api, hanya saja untuk saat ini tidak banyak yang eksis, karena di kereta api sekarang ada larangan show di atas gerbong kereta api

Namun begitu, meski dalam dunia per ngamen an sudah sangat berkembang. Tetap saja di masing-masing tahapan memiliki seniman-seniman yang masih loyal dan akan terus menjalankannya karena itu adalah panggilan hati